BANDA ACEH - Penahanan sebanyak 250 ton barang impor berupa kedelai, ATK, dan lainnya oleh petugas Bea Cukai Pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara, diakui oleh importir akibat kesalahan mereka sendiri karena Nomor Induk Kepabeanan (NIK) importir sudah mati.
“Ya, itu kesalahan kami sendiri. Seharusnya sebelum memasukkan barang impor, terlebih dahulu kartu NIK-nya diperpanjang,” kata Husin Isma, importir kedelai dan ATK kepada Serambi, Jumat (24/1) melalui telepon selularnya.
Husin Isma mengatakan, dirinya tidak tahu bahwa kartu NIK impornya sudah mati. Menurut aturan, enam bulan sebelum masa berlakunya berakhir, harus diperpanjang.
“Wajar saja petugas Bea Cukai menahan barang impor yang kami masukkan melalui Pelabuhan Krueng Geukueh. Jadi, itu bukan kesalahan Bea Cukai tetapi kesalahan kami,” kata Husin.
Dijelaskannya, setiap importir punya nomor induk kepabeanan masing-masing. Dalam dokumen impor barang tercantum nomor induk kepaebanan (NIK). Ketika akan membayar pajak, untuk membuka rekening pembayarannya harus memasukkan nomor NIK. “Karena masa berlaku NIK sudah berakhir, pajak juga tidak bisa disetor ke negara. Namun kendala yang kami dihadapi sudah dibantu oleh petugas Kantor Bea Cukai di Pelabuhan Krueng Geukueh,” ujar Husin.
Kadis Perindag Aceh, Safwan mengatakan, masih minimnya jenis dan jumlah barang impor yang masuk dan barang ekspor yang ke luar melalui Pelabuhan Kerung Geukueh karena masih sedikitnya importir yang mengantongi NIK.
Diharapkan, pada 2014 ini jumlah importir yang memiliki NIK bisa bertambah. Kalau tahun 2013 ada tiga importir di Aceh yang memiliki NIK, tahun 2014 ini diharapkan bertambah menjadi 10 orang atau lebih. “Pengusaha lokal yang ingin mengurus NIK silakan datang ke Kantor Disperindag Aceh, kami siap mengurusnya ke Jakarta,” ujar Safwan menawarkan jasa.
Belum terdaftar
Pengusaha Aceh Utara sampai kini belum ada yang terdaftar di Disperindagkop Aceh untuk menjadi importir via Pelabuhan Krueng Guekuh. Walaupun perizinan ekspor impor barang tertentu via Pelabuhan Krueng Geukueh telah ditetapkan sejak beberapa bulan lalu. “Kita selalu up-date data pengusaha Aceh Utara ke Disperindagkop Aceh, namun sampai sejauh ini memang belum ada pengusaha kita yang mendaftar sebagai importir,” jelas Ketua Kadin Aceh Utara, Moni Alwi, kepada Serambi, Jumat (24/1).
Menurutnya, masih banyak pengusaha lokal khususnya Aceh Utara masih belum berani mencoba hal tersebut, karena ini merupakan hal baru. Apalagi selama ini, bila pun ada beberapa pengusaha di Aceh Utara yang bergerak di bidang impor, itu pun hanya berupa importir gula. “Kita pikir para pengusaha Aceh Utara belum mendaftar sebagai importir karena faktor ketidaktahuan saja tentang berbagai aturan. Karenanya ini menjadi sebuah tugas pemerintah daerah untuk mensosialisasikan secara terus menerus kepada para pengusaha lokal agar mereka berani mencoba peluang ini,” ujarnya.
Disinggung tentang barang asal Malaysia yang masih tertahan di Pelabuhan Krueng Geukueh, Moni menilai itu hal yang wajar karena pengusahanya belum memiliki Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) yang merupakan aturan baku.
Dia pun optimis, dengan tertahannya barang ini, ke depannya tidak akan menimbulkan kekhawatiran bagi pengusaha lain untuk melakukan aktifitas ekspor impor via Pelabuhan Krueng Geukueh.
Kasi Penindakan dan Penyidikan Kantor Bea Cukai TMP C Lhokseumawe Roberto Tambunan yang dihubungi kembali, kemarin, mengakui barang impor masih tertahan di Pelabuhan Krueng Geukueh karena sampai kini pengusahanya belum selesai mengurus NPIK.(her/bah)
sumber : http://aceh.tribunnews.com/
0 komentar:
Posting Komentar