JAKARTA. Praktik tak terpuji dalam pembelian dan pengadaan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium yang masuk kategori Research Octane Number (RON) 88 mulai terungkap. Tim Reformasi Tata Kelola Migas menemukan ada keganjilan dalam pembelian tersebut.
Faisal Basri, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas menyatakan, di dunia tidak ada lagi yang memakai atau memproduksi bahan bakar dengan spesifikasi RON 88. Anehnya sampai kini Pertamina masih menjual bensin kategori RON 88.
Modusnya: Pertamina memesan RON 88 alias bensin jadi, bukan minyak mentah ke para penjual atau broker di luar negeri yang memiliki fasilitas blending minyak ini. Faisal mengungkapkan, praktik ini seperti membodohi masyarakat. "Jadi Pertamina tidak mem-blending BBM di kilangnya di dalam negeri untuk menghasilkan RON 88. Mereka membeli jadi RON 88," ungkap Faisal, Kamis (4/12).
Padahal, dari lima kilang milik Pertamina yang beroperasi, sejatinya empat di antaranya bisa mem-blending BBM yang semula kategori RON 92 menjadi BBM dengan jenis RON 88. "Hanya kilang Balongan yang bisa memproduksi RON 92, yang lainnya hanya bisa mengolah RON 92 menjadi RON 88," ungkap dia.
Yang juga membuat Faisal kaget, praktik tersebut tidak diketahui oleh pejabat Pertamina. Untuk itu, Tim akan mendorong Pertamina mengimpor BBM dengan kategori RON 92. "Kami harus dorong agar kualitas BBM lebih baik dan bebas limbah. Sekarang katanya belum bebas limbah. Kalau bebas limbah, sulfur makin rendah dan kualitas hidup makin baik," tandas dia.
Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, yang juga Pengamat Migas dari Universitas Gadjah Mada, Fahmi Radhi, menambahkan, selain soal RON 88, ada juga keganjilan dalam penetapan harga BBM bersubsidi. Ia menyebutkan, semestinya untuk penetapan harga BBM bersubsidi di dalam negeri, harga beli menjadi dasar penentu harga BBM bersubsidi. Namun pola ini tidak ada saat masuk ke Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Padahal, untuk menentukan harga BBM subsidi, yakni jenis premium, solar, dan minyak tanah, Pertamina sudah mengundang ahli untuk menjustifikasi harga BBM bersubsidi yang tepat.
Tapi, "Yang mengherankan harga yang sudah ditentukan oleh tim ahli malah diselisihkan lebih tinggi saat dibawa ke Banggar DPR untuk ditetapkan dalam APBN. Nah, itu yang jadi pertanyaan. Ada apa? Untuk apa, walaupun cuma sedikit?" tanya Fahmi. Hal itulah yang kini terus ditelusuri tim supaya terang berapa sejatinya harga wajar BBM subsidi di tanah air.
Menanggapi temuan tersebut, Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto mengatakan, akan segera mengevaluasi inefisiensi impor RON 92 yang diolah menjadi RON 88. Ia menegaskan, tak hanya impor, seluruh aspek juga akan di evaluasi kembali. "Seluruh impor di Pertamina, nanti kami evaluasi dan kita perbaiki semuanya," kata Dwi.
sumber : kontan.co.id